Warta Buddha Dhamma | Kehidupan dunia seperti
perputaran roda pedati. Dulu beliau bernama Djamal Bakir penganut Muslim taat
yang memiliki istri tercinta, kini berganti nama menjadi Bhikhu Khanthidharo
Mahathera yang hidup selibat tanpa didampingi keluarga tersayang dengan
menjalankan masa vassa kebhikhuan 24 tahun mengikuti jejak kehidupan sang
Buddha.
Berulang
tahun di saat perayaan hari suci Asadha merupakan kebahagiaan tersendiri bagi
bhikhu Khantidharo Mahathera. Asadha merupakan awal berputar roda Buddha dharma
dengan hadirnya sekitar 1250 para sahabat menjadi murid sang Buddha yang kelak
menyebarkan ajaran mulia dari India ke seluruh penjuru dunia. “Ulang tahun
tanpa disadari malah mengurangi umur satu tahun bukan memperpanjang umur. Usia
terlalu panjang tapi kalau sakit-sakitan malah akan menyusahkan keluarga,
teman. Sebenarnya tidak perlu berusia terlalu panjang tapi yang penting dalam
kondisi sehat merupakan berkah Tuhan perlu disyukuri” ceramah bhikhu
Khantidharo Mahathera, kepala vihara Dhammadipa Arama Batu Malang.
Perjuangan dan pengorbanan,
kebahagiaan maupun penderitaan mewarnai kehidupan beliau yang datang silih
berganti seperti perputaran roda pedati. Djamal Bakir lahir pada 17/7/1931 dari
pasangan alm Bakir Setjodihardjo dan almh Sumini di desa Pakis lereng gunung
Merbabu Magelang. Putra kelima dari 9 bersaudara dikenal mudah bersosialisasi dan
pintar. Pada 1947 ayahanda meninggal dunia, untuk menyambung hidup ia mengambil
ikatan dinas departemen P&K mengajar di sekolah swasta sampai lulus SMA
Negeri Magelang. Pada 1952 keenjadi guru SMEP Medan, lalu 1954 kembali ke
Jateng melanjutkan B1 setara D3 di solo sambil mengajar di sekolah SMP-SMA.
Bertemulah dengan Sri Hartini sesama profesi guru TK dan pada 17 juli 1955
mempersuntingnya sebagai istri tercinta. Lanjut 1956 menjadi wakil kepala
sekolah SMEA Negeri Gorontalo lalu terjadi PRRI/PERMESTA mengakibatkan 14 guru
terbunuh lalu jadi kepala sekolah hingga 1961. Kemudian ke malang melanjutkan
studi di FKIP (sekarang UNM) jurusan ekonomi lulus 1963 dengan gelar Drs Djamal
Bakir sore bekerja sebagai guru SMEA Negeri Malang, paginya sebagai direktur bank
umum Batu berkenalan dengan romo pandita Mujono.
Setelah mengenal ajaran Buddha
Djamal menemui pandita Pannasiri (Alm Go Eng Djan), lalu mengajak Hartini untuk
ikut membaca buku Buddha yang direspon positif oleh sang istri. Sejoli ini
aktif kebaktian di vihara Dhammadipa Arama bertemu beberapa umat Budhis yang
santun dan intelektual diantaranya Dr Gunawan (kini di Papua), Dr Widjayanti
(kini di Madiun). Pada 1971 naik pangkat menjadi wakil kepala sekolah SMEA
Negeri Malang dan menjadi ketua Perhimpunan Buddhis Indonesia (PERBUDHI) Malang
berjuang bersama Herman S Endro (kini bhikhu Jayamedho).
Mulailah perjalanan memperdalam
budha dharma. Menjadi bala anupandita dengan nama Dharmaniyana Djamal Bakir dan
istrinya menjadi Dharmaniyani Sri Hartini. Lalu aktif menerbitkan buletin
kursus tertulis pendidikan guru agama Budha dan majalah bulanan Pancaran Dharma
1970 hingga 1977. Djamal Bakir menjadi kepala sekolah Duta Taruna bagi WNI di
Yangon Myanmar dan naik pangkat menjadi staf KBRI Myanmar. Pucuk dicinta ulam
pun tiba, pada 1981 diupasampada sebagai Upajjhaya oleh Sayadaw Ashin
Janakabhivamsa di Chanmiyay Yeiktha Meditation Center Yangon. Saat hari libur
aktif berdana makanan pada YM Mahasi Sayadaw (Alm) sambil berlatih vipassana.
Kemudian pada 1982 mengajak keluarga berziarah ke tanah suci India dan pulang
ke tanah air. Ibu Sumini meninggal dunia. Pak Djamal bertugas menjadi
Inspektorat Jendral departemen P & K selama 5 tahun berkeliling ke 27
propinsi di Indonesia. Agustus 1987 pensiun dari kedinasan pegawai negeri sipil
P & K.
Sumber :http://segenggamdaun.com/2013/08/khanthidharo-mahathera/
http://news.manycome.com/3000.html ,
http://buddhistcelebrities.blogspot.com/2011/09/buddhist-personality-khantidharo.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar